kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
ADV /

Optimis, Menatap Pasar Finansial 2021


Minggu, 07 Februari 2021 / 19:38 WIB
Optimis, Menatap Pasar Finansial 2021

Jakarta. Optimis! Kata itu yang harus disematkan saat menatap pasar finansial Indonesia setahun mendatang. Meski badai Covid-19 belum sepenuhnya berakhir, namun harapan mulai memancar seiring pelaksanaan program vaksinasi di berbagai negara dunia.  

Sinyal pertumbuhan positif baik untuk pasar global dan domestik juga terus bergaung. Apalagi jika menilik potensi pemulihan ekonomi dan proyeksi pertumbuhan yang bakal berbalik arah di beberapa negara, termasuk di negara-negara berkembang di Asia Tenggara.   

Inilah yang terangkum dalam Webinar bertajuk “Prospek Pasar Finansial Indonesia”, Rabu (27/1). Webinar hasil hasil kerjasama antara Kontan dan PT Manulife Aset Manajemen Indonesia ini diikuti oleh lebih dari 100 investor dari dalam negeri.

Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia pun menyampaikan optimismenya terhadap tahun 2021. “Kami melihat tahun ini lebih baik dari 2020, ditopang oleh pertumbuhan ekonomi global, laba korporasi, serta kebijakan akomodatif yang masih terus berlanjut,” jelasnya. Sentimen positif investor asing ke emerging market Asia juga jadi penopang pasar saham dan obligasi.  

Ada banyak parameter yang bisa digunakan untuk melihat kondisi perekonomian global sekarang ini. Pertama, sudah terlihatnya potensi pemulihan ekonomi dan perdagangan. Bahkan, International Monetary Fund (IMF) sudah memprediksi perbalikan arah pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan.

IMF memproyeksikan ekonomi dunia 2020 tumbuh minus 4,4%, sementara tahun ini diperkirakan berbalik arah menjadi 5,5%. “Ini dipicu oleh emerging market Asia yang tahun lalu mengalami pertumbuhan minus 1,7% dan tahun ini diperkirakan melesat menjadi 8,3%. Kondisi ini bakal turut membantu meningkatkan sentimen positif komunitas bisnis dan investor,” papar Katarina.

Perdagangan dunia juga menunjukkan perbaikan. Volume ekspor maupun impor sudah meningkat dibandingkan titik terendahnya pada bulan Juni 2020 lalu. Bahkan pada 2021 ini IMF melihat pertumbuhan perdagangan global akan mencapai 6%-8%. Ini akan mendukung pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dunia.

Kedua, kebijakan-kebijakan yang cukup akomodatif. Ini terlihat dari langkah bank sentral berbagai negara yang masih mempertahankan era suku bunga rendah dan pembelian aset (quantitave easing) dalam jumlah besar.  “Nah, kebijakan suku bunga rendah dan pembelian aset dalam jumlah besar ini sangat mendorong minat investor asing terhadap aset yang lebih berisiko,” terang Katarina.

Sejurus kemudian, peningkatan likuiditas The Fed juga membantu memperbesar laju aliran dana asing masuk ke ASEAN dan negara-negara berkembang Asia dalam jumlah cukup besar. Dari sini, bisa terlihat potensi yang cukup signifikan bahwa investor asing akan meningkatkan porsi investasinya ke negara berkembang.

Dari Amerika Serikat juga terlihat inflasi yang tetap rendah. Meski pada 2021 akan ada kenaikan, namun tekanan inflasi diperkirakan akan terus terjaga karena tingkat pengangguran masih relatif tinggi. Konsensus memperkirakan tingkat pengangguran AS 2021 sebesar 6,5%, belum mencapai kondisi full employment yang dapat menyebabkan inflasi naik tajam.

Bagi Indonesia, tentu suku bunga rendah dan inflasi yang akan terus terjaga dalam periode yang lama akan sangat menguntungkan.

Suku bunga rendah juga memicu investor untuk mencari instrumen investasi yang bisa memberi imbal hasil lebih tinggi. Khususnya, investor yang mengincar imbal hasil dari obligasi. Lagi-lagi, kondisi ini menguntungkan Indonesia karena masih menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain sesama investment grade.

Obligasi Indonesia akan terlihat lebih menonjol karena masih banyak negara investment grade yang masih menawarkan imbal hasil negatif. “Ada sekitar 27% dari totalnya,” cetus Katarina.

Katalis pasar domestik

Senada dengan arah pergerakan ekonomi dunia, pasar domestik juga masih menetapkan kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif.

Bank Indonesia tetap mempertahankan suku bunga rendah. Di lain pihak, pemerintah juga meningkatkan stimulus fiskal melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).  “Ini semua mendukung stabilitas ekonomi Indonesia,” kata Katarina.

Kondisi makro ekonomi yang lebih kokoh juga terlihat dari indeks mobillitas yang membaik. Keyakinan konsumen sudah kembali naik, meski belum sampai ke level pra Covid-19. Aktifitas manufaktur sudah berada pada fase ekspansi. Indikator kunci juga menunjukkan perbaikan dari titik terendahnya, seperti penjualan motor, mobil dan semen. Ini juga didukung oleh belanja pemerintah yang meningkat pesat.

Nilai tukar yang stabil serta cadangan devisa yang cukup besar juga mengundang investor untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Daya tarik Indonesia akan semakin menguat dengan implementasi Omnibus Law. Apalagi jika melihat sejumlah perusahaan dunia yang mengincar investasi di Indonesia. “Sejauh ini, cadangan nikel dan produksi nikel negara kita sudah mendatangkan perusahaan produsen baterai listrik dengan investasi yang sangat besar,” ujar Katarina.

Sementara dari portofolio investasi, peluangnya juga masih sangat besar bagi investor asing karena belum banyaknya dana asing yang masuk ke pasar Indonesia, khususnya bila dibandingkan dengan kondisi sebelum Covid-19. Ini artinya, masih ada potensi untuk kembalinya dana-dana asing, baik dalam pasar saham atau obligasi.

Pemulihan ekonomi juga bakal membuka peluang penguatan pasar saham. Apalagi bila ditopang dengan valuasinya yang masih rendah. “Saham-saham di bursa saham Indonesia diperdagangkan pada 16,3 kali PE ratio. Masih jauh dari India yang sudah mencapai 22 kali,” kata Katarina. Lagipula laba korporasi yang diperkirakan meningkat tajam tahun ini dibandingkan tahun lalu akan meningkatkan minat investor pada kelas aset saham.

Berbagai faktor ini diharapkan akan membuat pasar saham domestik semakin bergairah. Sektor-sektor yang bakal menjadi andalan adalah material dan energi, telekomunikasi dan finansial.

Vaksin untuk pemulihan ekonomi

Vaksinasi menjadi poin krusial untuk mendorong normalisasi aktivitas ekonomi masyarakat. Hal ini berlaku juga bagi Indonesia. “Vaksin membawa harapan pemulihan pandemi dan ekonomi global. Dengan sudah berlangsungnya vaksinasi di 40 negara, euforia itu terjadi,” ujar Kunta Wibawa Dasa Nugraha, Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kemenkeu.

Pemerintah Indonesia pun terus berupaya mengendalikan pandemi, termasuk menyediakan vaksin dan vaksinasi gratis bagi seluruh masyarakat. Untuk penyediaan vaksin pada 2021, pemerintah telah menganggarkan Rp63,51 triliun.

Oleh karena itu, strategi dan penuntasan vaksin menjadi satu hal penting bagi investasi pada masa pandemi ini. Prima Yosephine BT Hutapea, Plt. Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan, Ditjen P2P, Kementerian Kesehatan RI menyampaikan, tujuan vaksinasi adalah membentuk herd immunity. “Kondisi ini bisa dicapai jika 70%-80% masyarakat mendapatkan vaksin. Dalam hitungan, jumlahnya berkisar 181,5 jiwa,” jelasnya. Kebutuhan vaksin pun diperkirakan mencapai 426,8 juta dosis.

Sejauh ini, pasokan vaksin yang disiapkan pemerintah telah mencukupi kebutuhan. Vaksin berasal dari Sinovax, Novavax, Covax/Gavy dan Astrazenca.

Tak hanya kesiapan vaksin, distribusi vaksin juga sudah diatur. Vaksin secara bertahap dikirim ke provinsi, disimpan dalam cold drum, di kabupaten/kota disimpan dalam refrigerator. Ada lebih dari 90% puskemas memiliki cold chain yang fungsinya sesuai standar WHO.

Untuk menjamin keamanan dalam pendistribusiannya, nanti juga akan dilengkapi sarana Bio Tracking dan Bio Detect. “Sehingga yakin vaksin diangkut melalui jalur yang benar dan dijaga suhunya, juga bisa monitoring suhu di lokasi pengantarannya,” terang Prima.

Vaksinasi akan dilakukan di lebih dari 13.000 fasilitas kesehatan dan 49 KKP. Lalu, 30.000 vaksinator terlatih siap melayani vaksinasi.

Optimisme keberhasilan vaksin ini besar, karena Indonesia cukup berpengalaman dengan vaksin. Mulai eradikasi cacar 1974, Indonesia bebas polio 2014, serta eliminasi tetanus pada ibu hamil dan bayi baru lahir 2016.

Namun, keberhasilan vaksin juga harus didukung oleh peran serta masyarakat. Tak hanya melakukan vaksinasi, tapi juga tetap disiplin melakukan protokol kesehatan 3M (memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak). Pemerintah juga harus aktif melaksanakan 3T (testing, tracking, treatment). “Sekalipun vaksinasi sudah berjalan, tapi kalau dalam prosesnya 3M dan 3T tidak dijalankan, kasus akan naik terus. Ujungnya akan berpengaruh pada lambatnya pertumbuhan negara karena rantai penularan tak terselesaikan,” jelas Alexander K Ginting, Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Reporter: Adv Team
Editor: Indah Sulistyorini

TERBARU

×