kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
ADV /

Kemampuan Deteksi Diri Penting untuk Adaptasi di Masa Pandemi


Rabu, 03 November 2021 / 10:27 WIB
Kemampuan Deteksi Diri Penting untuk Adaptasi di Masa Pandemi
ILUSTRASI. Kontan - KOMINFO (KPCPEN) ADV Online

KONTAN.CO.ID - Jakarta, 2 November 2021 Meski pandemi COVID-19 telah melandai, pemerintah terus mengingatkan masyarakat untuk tidak abai, karena wabah ini belum betul-betul usai. Pada masa jeda seperti saat ini, selain terus meningkatkan protokol kesehatan, beberapa upaya dapat dilakukan masyarakat seperti percepatan vaksinasi serta peningkatan kesehatan fisik, mental, dan sosial. Selain itu, mengasah kesadaran dan kemampuan deteksi diri sebagai salah satu perilaku adaptasi kebiasaan baru.

Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia M. Adib Khumaidi menyatakan, bahwa saat ini pandemi di Indonesia tengah berada dalam fase relaksasi. Meski terkesan tengah melandai, katanya, masyarakat harus tetap sadar bahwa pandemi belum selesai.

Dalam Dialog Produktif Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) - KPCPEN, Selasa (2/11/2021), Adib menjelaskan beberapa upaya pengendalian pandemi tetap dapat dilakukan dalam fase relaksasi. Di antaranya, tetap disiplin protokol kesehatan untuk mencegah penularan, percepatan vaksinasi, serta membiasakan diri beradaptasi dengan perilaku baru yang harus diadopsi guna perlindungan kesehatan di masa pandemi.

“Yang penting dipahami masyarakat adalah kesadaran dan deteksi diri,” ujar Adib. Kedua hal tersebut, yakni awareness (kesadaran) dan self assessment (deteksi diri) adalah bagian dari upaya kesehatan sosial, yang berdampingan sama pentingnya dengan kesehatan fisik dan mental.

“Bila kita ingin menjaga keluarga, maka mulai dari diri kita dulu. Keluarga ikut, maka kita dapat turut melindungi masyarakat,” jelasnya. Bila kesadaran sudah muncul, katanya, maka fungsi pengawasan internal sudah tumbuh dalam tiap individu. Di sinilah terjadi perubahan perilaku masyarakat untuk beradaptasi terhadap COVID-19.

“Adaptasi kebiasaan baru termasuk dengan menghindari hal-hal yang memungkinkan kita terpapar,” tambah Adib.

Agar tidak terjadi lonjakan kasus, menurut Adib ada beberapa hal dapat dilakukan. Yakni 3M yang ditingkatkan jadi 5M (Memakai masker, Menjaga jarak, Mencuci tangan, Menjauhi kerumunan, Membatasi mobilitas), memperhatikan ventilasi-durasi-jarak saat beraktivitas untuk mengurangi risiko terpapar, 3T (tracing, testing, treatment), serta vaksinasi.

Ia menyatakan bahwa kunci penanganan pandemi ada di tangan rakyat. Seluruh upaya pengendalian pandemi tidak akan berhasil tanpa partisipasi masyarakat. Masyarakat, menurutnya, harus menjadi garda terdepan, dapat menjalankan fungsi skrining komunitas dan tr iase komunitas.

“Masyarakat jangan lengah, tetap jaga protokol kesehatan. Jaga kesehatan dan daya tahan tubuh. Sampaikan ke semua pihak, pandemi belum selesai. Bila ada gejala COVID-19, segera lapor,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Anggota Satgas Penanganan COVID-19 Sub Bidang Mitigasi, Falla Adinda juga menyoroti pentingnya kemampuan setiap individu untuk menilai diri sendiri (self assessment) sebagai upaya melindungi diri dari risiko terpapar virus di masa pandemi.

“Semakin tinggi jam terbang kita dalam pandemi, akan semakin baik pula kemampuan kita menilai

situasi sekitar,” kata Falla yang juga seorang dokter ini. Hal ini misalnya : menjauhi tempat yang berpotensi adanya penularan atau menilai kapan aman untuk membuka masker.

Selain itu, Falla menegaskan, telah diketahui bahwa salah satu pemicu pertambahan kasus adalah peningkatan mobilitas. Berbekal pengalaman tersebut, ia mengimbau setiap orang untuk membatasi mobilitas, sehingga masyarakat tetap sadar bahwa Indonesia masih dalam situasi pandemi.

Pemerintah, ujarnya, juga telah meniadakan cuti dalam Nataru untuk mencegah mobilitas yang berlebihan. “Energi euforia akhir tahun bisa dialihkan ke hal-hal yang lebih aman. Kita harus waspada bahwa pandemi masih ada, potensi kenaikan kasus selalu ada. Dibutuhkan kerja sama

semua pihak, terutama mulai dari diri sendiri untuk mencegah penularan,” tandas Falla. Selain menjaga kesehatan fisik, upaya mempertahankan kesehatan mental juga sangat penting dalam situasi sulit seperti pandemi.

Co Founder/Director Pijar Psikologi, Regis Machdy menjelaskan, gangguan kesehatan mental secara umum juga depresi meningkat hampir 6% selama pandemi, dengan beragam alasan seperti

kehilangan pekerjaan, kerabat, atau kehidupan yang berubah total. Karena itu, pihaknya berupaya memberikan edukasi dan ruang yang aman bagi masyarakat, untuk berkonsultasi serta bercerita terkait kesehatan mental.

Regis menekankan pentingnya memiliki pola pikir optimis bahwa sebagai spesies manusia kita telah menghadapi bermacam cobaan, sehingga kita pasti dapat selamat. Selain itu, ia mendorong adanya usaha bersama seluruh masyarakat dalam menjaga kesehatan fisik, mental, dan saling mengingatkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Reporter: Tim KONTAN
Editor: Ridwal Prima Gozal

TERBARU

×